Kamis, 18 November 2021

PUPUS

           Andre dan Viona adalah sepasang insan yang terlihat seperti sepasang kekasih, Viona sendiri tidak tahu harus melabeli hubungan mereka ini dengan kata apa. Tapi yang pasti Andre dan Viona sudah lama bersama sejak mereka bertemu di psikolog untuk melakukan terapi dan konsultasi. Namun disinilah sekarang Viona yang sedang duduk dikamar nya sambil melihat foto dirinya dengan Andre. Terlihat muka Viona yang sedang lelah, mengingat mereka berdua sedang berada di hubungan yang tidak baik-baik saja.

Sampai akhirnya Viona memutuskan untuk menelfon Andre dan kembali membahas masalah yang dari kemarin Viona ingin selesaikan.

“Angkat Telfonnya lama banget, lagi sibuk ya?” Tanya Viona

“Tadi agak repot aja, tapi sekarang udah enggak. Kenapa Vi? Kangen ya?” Jawab Andre diiringi dengan tawa ringannya.

“Enggak…”

“Kok enggak sih jawabannya, males ah” Timpal Andre mendengar jawaban dari Viona.

“Tadi aku lagi liat foto lama aja. Eh ketemu foto kita dulu, pas pertama kali ketemu. Inget ngak? Lucu banget kita disini, kaya masih kecil mukanya”

Andre tahu betul kemana arah pembicaraan ini, pembicaraan yang selalu Andre hindarkan selama sebulan belakangan ini.

“Inget ga, waktu itu kita lagi terapi di psikolog yang sama, dan masalah kita pun sama, sama-sama punya commitment issues. Kita gak berani mulai hubungan sama orang lain. Tapi siapa sangka, setelah dari situ kita bareng. Malah sekarang udah mau masuk tahun ke empat atau lima ya?” Kata Viona dengan nada yang masih dibuat bercanda.

“Aku mau deh Ndre, sembuh dari luka yang lama, aku mau kita sembuh bareng. Kamu tau ga, kadang aku iri sama temen-temen aku, mereka jelas gitu hubungannya, ngak punya ketakutan pas ngejalaninnya, dan aku mau kita kaya mereka, seenggaknya kita belajar gitu buat punya tujuan dalam hubungan. Ya nggak si? Apa ketinggian ya harapan aku?” lanjut Viona, dan terdengar helaan nafas dari seberang telefon.

“Vi, aku belum siap” hanya itu yang bisa dikatakan oleh Andre.

“Kamu belum siap, atau emang nggak pernah siap ndre? Itu dua kata yang beda loh.”

Sebenarnya yang Viona inginkan adalah antara mereka berdua ingin memiliki hubungan yang lebih serius, bukan maksudnya kearah menikah tapi setidaknya Viona ingin memulai dengan mempunyai hubungan yang jelas dan tidak selalu dipertanyakan oleh teman-temannya Viona “jadi kalian itu apa? Pacaran? TTM? Atau cuma sekedar sahabat si?” Dan Viona juga memiiki banyak alasan kenapa ia ingin mempunyai hubungan yang serius daripada hanya sekedar “TTM” atau apalah itu.

Tidak lama terdengar lagi suara Andre dari seberang sana. Dan pertanyaan yang dilontarkan oleh Andre malah membuat Viona menjadi kesal dengannya.

“Kita ada masalah apasi sebenernya Vi? Aku bingung, aku pikir selama ini kita cukup dengan apa yang kita punya sekarang.”

“Bukan cukupnya Ndre yang aku permasalahin, kamu tahu dari awal kita nggak ada yang bisa mulai suatu hubungan karena punya trauma dimasa lalu. Tapi aku pengen kita belajar punya tujuan buat hubungan yang kita jalanin sekarang.”

Andre selalu mengatakan apa yang dipunya nya selama ini sudah menjadi lebih dari cukup. Padahal kenyataan nya Viona tahu, hubungannya dengan Andre tidak memiliki kemajuan seperti yang diinginkannya. Viona ingin sembuh dari luka yang lama dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalankan hubungan, tapi sayang Andre belum mengingkan hal itu. Andre masih nyaman dihubungannya yang sekarang. Hubungan yang bahkan Andre sendiri tidak tahu apa yang sedang dijalaninya ini.

Telefonnya tetap tersambung namun hanya hening, Viona dan Andre sama-sama tidak mengucap sepatah kata pun, Viona yang mulai lelah berbicara dengan Andre namun Viona ingin mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Yaitu mempunyai hubungan yang jelas dengan Andre.

“Kamu bener, kamu berhak bahagia, kamu berhak sembuh, kamu berhak punya tujuan. Dan aku percaya itu bakalan terjadi sama kamu, tapi gak bareng aku Vi.” Kata Andre tiba-tiba. Viona tidak menyangka jawaban itu yang ia dapat, padahal sedari awal Viona mengira Andre akan terus bersamanya.

“ Ndre apasi, aku ngomong ini supaya kita ngejalaninnya bareng-bareng. Gak cuma aku atau kamu doang, tapi kita Andre. Aku gak minta itu dilakuin hari ini, besok, atau tahun depan. Tapi seenggaknya kasih aku harapan, kalau kita punya keinginan yang sama. Aku cuma butuh itu, kata-kata itu dari kamu. Tolong,” Jawab Viona dengan menahan tangisnya agar tidak tumpah.

“Itu masalahnya Vi, aku gak tahu kapan aku berani buat ngomong itu. Aku gk mau janjiin sesuatu yang aku sendiri gak tau bisa tepatin atau enggak Viona. Mungkin ini emang saat nya kamu keluar dari kondisi kamu, tapi enggak bareng aku.” Kata Andre dan diikuti dengan tangisnya Viona, ia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Ia tidak benar-benar berharap Andre akan meninggalkannya apalagi dengan alasannya yang seperti ini, tidak sama sekali. Viona hanya mengingkan mereka berdua memiliki hubungan yang jelas dan tidak dihantui masa lalu yang menyakitkan.

“Maaf Vi.” Hanya itu kata terakhir yang diucapkan oleh Andre, dan setelah itu tidak lagi terdengar suara sambungan telfon. Andre memutuskannya secara sepihak. Baik telfon maupun hubungannya.

Rabu, 21 April 2021

perpisahan (lagi-lagi)


Malam ini terasa berbeda dari yang kemarin
Lagi lagi aku kembali di pertemukan dengan perpisahan
Tak ada lagi kehangatan yang bisa ku dapatkan seperti kemarin
Tak ada lagi pesan singkat yang kudapat walau hanya sekedar menanyakan kabar hari ini
Tak ada lagi candaan yang terdengar aneh namun bisa menimbulkan tawa
Ntah siapa yang egois,
Ntah siapa yang salah,
Ntah apa yang menyebabkan dia memilih untuk pergi tanpa ingin mencari jalan keluar dari permasalahan
Ntah apa yang menyebab kan dia memilih untuk meninggalkan seribu cerita hingga menimbulkan luka untuk sekarang
Mungkin memang benar kita semua akan merasakan fase meninggalkan dan ditinggalkan, dan fase ini datang kepadaku. Fase ditinggalkan tanpa alasan.

Selasa, 29 September 2020

Mimpi Baik


Hai kalian masih ingat aku? Iya aku Dyra yang itu haha. Saat ini aku sudah lulus kuliah, dan memutuskan untuk merantau ke Malang, sekarang aku seorang penulis. Aku gak tahu kenapa harus pindah ke Malang, tapi saat aku izin ke orang tua, aku bilang kepada mereka kalau aku ingin menjadi anak yang mandiri. Namun sekarang aku sedang berada di Jakarta. Aku disini untuk mengunjungi orang tua ku, karena sudah 4 tahun aku tidak pulang, dan sekaligus untuk mengunjungi beberapa tempat yang dulunya sering aku datangi, seperti sekarang ini, aku sedang berada di salah satu cafe yang tidak jauh dari kampus ku dulu. "Maaf mba ini pesanan nya" salah satu waiter datang menghampiri meja ku sambil tersenyum ramah, dengan membawa pesanan favorit ku. Moccha latte. Tidak banyak yang berubah dari cafe ini, yang berbeda hanya barista dan pekerjanya, saat dulu teman-teman ku yang bekerja disini, sekarang mereka sudah berhenti, dan tentu saja mereka sudah mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan mereka.

 

Hi Jakarta.... Apa kabar? Sudah lama rasanya aku meninggalkan kota ini dan berharap, bahwa aku dapat melupakan semua hal manis, yang pernah kami jalani saat itu. Semua hal disini mengingatkan ku tentang dia. Dan saat aku rindu, aku hanya dapat menulis ini, berharap dia tahu, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja dengan perpisahan ini, dan nyatanya langit pun bersedih, saat kamu meninggalkan ku sendiri di sini. Ntah siapa yang harus disalahkan, apakah aku yang masih belum bisa mengikhlaskan mu, atau takdir yang terlalu jahat padaku hingga dia tak mau melihat ku tersenyum" Itulah kata-kata yang kutuliskan diatas lembar tulisanku. Sudah hampir empat tahun, rasa itu masih ada, sepertinya ia enggan untuk pergi, mungkin ia merasa kisah nya belum selesai atau mungkin juga ia belum mampu meninggalkan pemiliknya, ntah lah aku sendiri juga kurang tahu apa maksudnya, yang pasti rasanya begitu menyiksa ku. 

Saat aku sedang menikmati minuman pesanan ku, aku melihat seseorang dengan gaya yang sama seperti Naresh dulu, iya Naresh. Kalian masih ingat kan dengan dia? Manusia yang penuh dengan kejutan dan terlihat menggemaskan dengan segala tingkahnya untuk menghormati ku. Lalu dia melihat sekeliling untuk mencari tempat duduknya dan dia memilih tempat duduk dibelakang ku. Persis. Untungnya tidak lama kemudian Anna datang. Astaga aku merindukannya sekali. Aku memang sudah janjian dengannya untuk kesini. Lalu dia menghampiri ku dan memelukku, banyak sekali yang berubah darinya, dia terlihat lebih merawat dirinya dibanding saat kuliah dulu.

“Astaga An, kamu berubah bangett” kataku dengan hebohnya.

“Yaampun kamu kemana aja si Dyr, lama banget ga kesini” Balasnya tak kalah heboh.

“Yaudah kita duduk dulu aja gimana? Kamu udah pesen?” Kataku mengakhiri kehebohan kami.

“Udah kok. Jadi kamu baru kesini lagi, setelah 4 tahun hilang tanpa kabar. Kamu ngapain dan kemana aja selama ini?” Tanya Anna mulai mengintrogasi ku.

“Aku sekarang jadi penulis An, ya lumayan deh. Tapi aku mutusin buat pindah ke Malang” Kataku menjelaskan.

“Kamu jauh-jauh ke Malang cuma buat nulis? Emangnya di Jakarta gak bisa?” Tanya nya heran.

“Maaf mba, ini pesanan nya” Kata waiter yang datang ke meja kami berdua.

“oiya, makasih mba” Kata Anna menyahut.

“Gak gitu An, hitung-hitung aku juga pengen jadi anak yang mandiri” Lanjut ceritaku kepadanya.

“Halah… mandiri apa gak bisa move on sama Naresh?”

“Apa si kamu, mulai deh ngaconya. Kalau kamu sekarang ngapain aja An?” Tanya ku mengalihkan obrolan.

“Aku kerja di PH gitu, ya lumayan cocok deh kerjaannya sama aku.”

“Wah bagus dong, dari dulu kamu selalu suka kerja di bidang content creator gitu kan?”

“Eh Dyr, nanti dulu deh itu yang dibelakang kamu Naresh bukan sih? Atau kamu juga janjian sama dia?” Tanya dia yang tiba-tiba saja fokus melihat kebelakang ku.

“Eh gak… gak, tadi bahkan aku kaget banget pas liat orang itu masuk. Gayanya bahkan cara dia jalan mirip banget sama Naresh, tapi aku juga ragu buat nyamperin. Tapi untungnya kamu dateng” Kata ku menjelaskan.

Tiba-tiba saja Anna berdiri dan berjalan kearah orang itu

“Maaf mas, Naresh bukan ya?” Tanya Anna kepada orang itu

Lalu orang itu melepas earphonne nya dan melihat ke arah Anna

“Naresh? Maaf mba, salah orang” Kata laki-laki itu. Lalu Anna kembali ke meja kami.

“Bukan ternyata Dyr” Kata Anna setelah sampai dimeja kami.

“Untung yang ngomong bukan aku. Jadi gak malu malu amat” Kataku sambil tertawa kecil.

“Yeh, masih untung aku nanya daripada kamu jadi penasaran gak jelas” Jawabnya dengan nada sedikit kesal

“waw, oke, makasih loh atas kebaikannya” Balasku yang tidak kalah kesal dari dia

 

Lalu setelah itu banyak yang kami bicarakan sekaligus mengingat-ingat saat kuliah dulu, dan akhirnya kami memutuskan untuk ke Kampus untuk melihat-lihat dan nostalgia.

“An ke ruangan siaran yuk, mau liat aku”

Kami berdua segera ke lantai 3 dimana ruangan siaran tersebut berada.

“Kamu itu lucu ya Dyr, dulunya penyiar radio kampus, penyiar favorite lagi. Terus tiba-tiba sekarang jadi penulis” Kata Anna.

“Aku juga awalnya bingung, tapi setelah mikir panjang dan ngelakuin banyak hal di Malang, aku mutusin buat jadi penulis. Kayaknya sekarang aku lebih nyaman didepan laptop berjam-jam, daripada didepan alat siaran lagi. Yaa ibaratnya udah selesai masa ngomong-ngmongnya.” Kata ku menjelaskan.

“Kamu itu sekarang kalau ngomong sok tahu banget ya Dyr hahaha, mentang-mentang udah jadi penulis” Kata Anna meledek ku.

Tempat siaran disini benar-benar tempat yang memiliki banyak kenangan, selain kenangan aku sebagai penyiar di kampus, disini tempat pertama kali Naresh menghampiri ku untuk mengajak aku pergi makan.

“Kamu tau ga An? Ditempat ini, pertama kali Naresh ajak aku pergi” Kataku tiba-tiba.

“Kamu masih belum bisa ngelupain dia ya?” Tanyanya.

Respon ku saat itu hanya diam, aku juga bingung mau menjawab apa. Bukan bukan, aku bukan bingung, hanya saja aku tidak ingin Anna tahu yang sebenarnya. Bahwa aku 4 tahun menghilang, hanya untuk Naresh. Namanya juga manusia, suka malu saat mereka berada dibawah.

“Dyr, alesan kamu pindah ke Malang dan balik ke Jakarta lagi karena Naresh kan?” Tanya Anna, tepat pada sasarannya.

“Gak tau An. Aku bingung kenapa bisa gini, padahal aku deket sama dia pun gak terlalu lama, tapi kenapa sakitnya gak ilang-ilang ya? Apa dia terlalu istimewa buat di lupain?” Tanya ku sedih.

“Dyr, kadang kita gak bisa maksain sesuatu yang ternyata emang bukan punya kita. Tapi kita bisa buat iklasin itu semua, kalau kita udah bisa berdamai sama kenyataan. Begitu juga kamu, kamu harus bisa berdamai sama kenyataan kalau ternyata Naresh lebih milih cinta pertamanya, dan ninggalin kamu dengan seribu cerita yang udah dia buat. Nyakitin emang, tapi bukannya itu yang harus kamu jalanin?”

“Aku udah nyoba buat berdamai An, tapi gak bisa”

“Kamu gak berdamai Dyr, kamu menghindar dari masalah. Kamu takut buat kehilangan Naresh, kamu masih gak bisa nerima semua itu.”

“Kamu gak tahu apa-apa An”

“Kamu emang gak pernah cerita sama aku Dyr, tapi buku-buku yang kamu tulis itu ngasih tau gimana keadaan kamu selama ini. Dariawal kita ketemu aku udah tahu kalau kamu itu penulis, dan aku baca semua buku yang kamu buat, semua cerpen yang kamu bikin di blog. Aku baca. Selesaiin apa yang emang seharusnya kamu selesaiin Dyr, jangan lari lagi. Kamu udah terlalu jauh buat lari, sekarang waktunya pulang.”

“Aku selalu ada dirumah kalau kamu butuh aku” Lanjut Anna, sambil jalan pergi meninggalkan aku sendiri. Saat ini pikiran ku kembali kacau, benar kata Anna selama ini aku tidak menyelasaikan masalah apa-apa, aku hanya lari. Aku belum bisa melupakan Naresh sebagaimana mestinya. Setengah dari hatiku masih yakin, cerita kami belum selesai, dan aku akan menunggunya sampai dia datang kembali dan menyelesaikan cerita ini. Lalu aku memutuskan untuk duduk didepan ruangan siaran, aku tidak melakukan apa-apa, hanya duduk, membayangkan semua yang pernah terjadi disini.

“Permisi, boleh duduk disini?” Kata seseorang yang tiba-tiba saja datang. Saat aku menoleh kearahnya, ternyata itu adalah orang yang ditegur Anna saat di cafe tadi.

“Oh, iya boleh kok. Aku juga sekalian mau pergi juga” Kata ku.

“Kak Dyra” Sapanya, lumayan kaget aku, saat dia memanggil namaku karena seingat aku, aku tidak mengenalnya.

“Sorry? Manggil aku?”

“Aku adiknya kak Naresh” Jawabannya yang ini membuat aku lebih terkejut lagi. Ternyata dia adalah adiknya Naresh, pantas saja gayanya tidak jauh berbeda dengan Naresh.

“Sebenernya, selama tiga tahun belakangan ini aku disuruh nyari kakak sama kak Naresh. Hampir setiap hari aku selalu ke cafe berharap kakak dateng, awalnya udah hampir nyerah tapi untungnya hari ini kakak dateng” Katanya menjelaskan.

“Kenapa Naresh nyuruh kamu nyari aku? Kenapa gak dia sendiri aja?” Tanya ku dengan rasa penasaran. Aku benar-benar gak ngerti dengan pikirannya, bagaimana bisa dia lebih memilih meminta tolong kepada adiknya, dibandingkan dia sendiri yang mencari ku.

“Kak Naresh gak bisa nyari kakak, dia cuma ngasih ini ke aku. Katanya kalau aku udah ketemu kakak, aku harus kasih ini.” Katanya, sambil memberikan sebuah kotak berawarna biru dongker, warna kesukaan ku dan juga Naresh.

“Ini apa?”

“Kakak buka sendiri aja, tugas aku udah selesai. Aku pamit ya kak” Lalu dia pergi meninggalkan ku sendiri didepan ruang siaran dengan seribu pertanyaan dikepala ku. Aku memutuskan untuk membuka kotak itu terlebih dahulu, isinya terdapat satu buah flashdisk dan beberapa foto aku dan Naresh, saat itu juga aku nangis kembali. Entah, tangisan yang ini berbeda, aku merasa aku sedang mendapatkan suatu jawaban yang selama ini aku tunggu. Setelah itu aku memutuskan untuk pulang dan melihat isi dari flashdisk itu. “Naresh, sebentar lagi kita ketemu kan?” Tanya ku dalam hati, sekaligus harapan ku, agar aku bisa bertemu Naresh dalam waktu dekat. Semoga.

     Sesampainya dirumah, aku bergegas menuju kekamar dan langsung mengambil laptop beserta flashdisk yang tadi. Saat aku buka isi flashdisk tersebut terdapat satu folder, nama nya DYRA, aku langsung membuka folder tersebut dan melihat satu video, saat aku mulai mem-play video terlihat lah wajah Naresh yang lebih dewasa dari yang dulu. Katanya seperti ini :

“Hai Dyr… Aku gak tau diumur berapa kamu liat ini, tapi yang pasti kamu udah sukses sesuai pilihan kamu. Kamu apa kabar? Aku harap baik. Aku tahu, aku bikin cerita yang buruk buat kita, maaf . Aku ada di Jerman sekarang Dyr. Jadi maaf kalau aku cuma bisa titip flashdisk ini ke adik aku. Oh iya kamu ingat, saat terakhir aku bilang kalau aku masih menyukai mantanku? Itu bohong Dyr. Percayalah semenjak ketemu kamu, aku udah gak suka sama dia lagi. Aku terpaksa bohong, karena aku harus ke Jerman untuk kuliah lagi, aku ragu Dyr buat LDR, karena aku punya trauma tentang itu. Maaf aku egois, aku harap aku bisa ketemu kamu. Aku mau menyelesaikan cerita kita” Lalu setelah video itu habis, aku menangis. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Perasaan ku lega saat itu, cerita kita akan selesai. Sebentar lagi.

“Kamu tetap Naresh yang dulu, yang selalu dipenuhi dengan kejutan.” Setelah itu aku segera menelfon Anna, aku memintanya untuk datang kerumahku. Tidak lama Anna datang.

“Kamu kenapa Dyr?” Tanya nya khawatir karena melihat ku masih menangis.

“Sekarang aku tahu Naresh ada dimana An, dia ada Jerman” Jawab ku dengan senang.

“Kok kamu bisa tahu?”

Lalu aku memberikan Anna laptop dan menyuruhnya untuk menonton video tersebut.

“Nanti dulu, kamu bisa gak jelasin darimana kamu dapet video ini” Tanya Anna dengan penasarannya,

“Kamu inget orang di cafe yang kamu tegur? Dia ternyata adiknya Naresh, dia ngikutin kita, dan pas kamu pulang dia nyamperin aku dan kasih kotak ini sama aku. Isinya ada beberapa foto dan flashdisk ini” Jelasku.

“Dan sekarang dia masih di Jerman?”

“Aku mau nyusul dia An” Kataku tiba-tiba

“Hah? Nyusul? Ngaco kamu Dyr”

“Aku serius An. Kamu sendiri yang bilang buat nyelesaiin semua masalah aku. Sekarang aku mau nyelesaiin semua”

“Dyr, aku tanya sekarang dia bikin video ini kapan? Kamu gak tahu kan? Kamu baru liat video ini barusan, dan kamu langsung mau nyamperin dia. Iya kalo perasaan dia masih buat kamu, kalau enggak? Terus ternyata dia udah nikah? Kamu mau ngapain disana?”

“Tapi aku masih yakin An, kalau dia masih ngerasain perasaan yang sama kaya aku”

“Saran aku, kamu samperin dulu adiknya, kamu cari tahu dulu dia gimana sekarang…” Sarannya, namun aku memotongnya.

“Oke aku bakalan samperin adiknya, aku minta nomor nya Naresh abis itu aku langsung berangkat ke Jerman. Dihari itu juga.”

“Astaga Dyra…”

“An, aku cape 4 tahun kaya gini, aku gak mau bikin diri aku sendiri jadi sakit. Jadi tolong jangan halangin aku, ya?”

“Terserah kamu deh Dyr”

     Lalu tidak lama aku terbangun dari tidurku. “Astaga, daritadi itu hanya mimpi” aku melihat sekeliling ku, ternyata aku masih di Malang. Layaknya pertanda, aku segera bersiap-siap untuk ke Jakarta. Hari itu juga, aku ingin memastikan apa mimpiku benar atau tidak. Tidak lama handphone ku berdering dan aku langsung mengangkatnya.

“Halo Rif”

“Astaga Dyra, aku nyariin kamu dari kemarin. Aku khawatir, kita lagi LDR loh ini. Aku gak bisa nyamperin kamu”

“Rif, aku mau ngomong”

“Iya, kenapa Dyr? Kamu sakit?”

“Kita udahan aja ya, maaf”

“Maksud kamu?”

“Kita putus”

“Aku ada salah sama kamu?”

“Gak… gak ini bukan salah kamu, ini salah aku. Aku tahu dari awal aku nerima kamu, itu salah.”

“Aku gak ngerti, kita baik-baik aja selama ini, dan kemarin kamu ngilang gak ada kabar. Terus sekarang tiba-tiba kamu minta putus”

“Kamu inget Naresh yang pernah aku ceritain? Maaf, tapi selama ini aku masih mikirin dia, aku tau aku salah, aku selalu mau ngelupain dia. Tapi aku gak bisa Rif, maaf.”

“Aku gak tau Dyr, apa ini keputusan yang terbaik buat kita atau engga. Tapi kalau kamu merasa apa yang kita lakuin ini salah, aku juga gak bisa berbuat apa-apa. Lakuin apa yang menurut kamu benar. Tapi kamu harus tau satu hal, apa yang selama ini aku rasain ke kamu itu nyata, dan bukan kesalahan sama sekali.” Setelah itu Arif mengakhiri panggilannya, 

"Rif, maaf" kataku, meskipun aku tahu dia sudah mengakhiri panggilannya secara sepihak. Tapi aku pikir, aku memang pantas mendapatkannya. 

         Aku segera membereskan semua pakaian ku. Dan langsung menuju stasiun untuk berangkat ke Jakarta.

Kamis, 09 April 2020

Satu Hari Baik (Cerpen)



Aku Dyra, seorang mahasiswi semester 3 dengan jurusan Penyiaran, dan kebetulan aku juga seorang penyiar radio dikampus ku. Aku lebih sering berada disalah satu cafe yang kebetulan tempatnya ada didekat kampus, bukan bukan aku bukan tipe orang yang suka duduk di café sambil bermain laptop dan menuliskan sesuatu, tetapi karena pada jam-jam tertentu aku harus memulai siaran. Selain itu juga pegawai dan barista disini lebih banyak teman-teman ku, jadi kadang saat mereka sedang tidak sibuk mereka memilih untuk menemani ku mengisi waktu luang.

Saat itu aku sedang duduk bersama salah satu teman ku, Anna dan juga beberapa tugas nya yang belum terselesaikan.
“An, ngerjain apasi?” tanyaku padanya.
“Ini loh editan yang ini, tadi udah hampir selesai…”
“Tapi ke close, dan aku lupa save. Basi banget ah, makanya biasain apa apa save dulu. Kelabakan sendiri kan sekarang” lanjut ku pada Anna.
“Bawel deh, aku lagi pusing nih. Gaada niatan buat bantuin apa Dyr?” tanya nya
Sorry to say, gak sayang, karena editan yang kamu buat itu terlalu bikin pusing, hehe”
“Pelit dasar, ntar lagi aja deh ngerjainnya. Pusing aku. Eh iya tugas-tugas kamu gimana? Jangan siaran terus yang dipikirin. Tugas kuliah juga penting kali.” Kata Anna memperingati.
Anna memang seperti itu, dia terlalu peduli dengan sahabatnya. Bahkan saat dia sendiri sedang pusing dengan tugas-tugasnya, dia masih saja memperhatikan sahabatnya yang kadang suka malas untuk mengerjakan tugasnya itu.
“Udah ah aku balik duluan aja”
“Eh tapi mendung An, yakin mau balik sekarang?
“Iya deh Dyr, aku pengen ngerjain tugas ini dirumah” jelasnya.
“Yaudah, aku juga sebentar lagi siaran. Hati-hati ya”
Lalu Anna mengiyakan dan langsung pamit untuk pulang, dan aku masih di café sambil menunggu, jam siaran ku.

Tiba-tiba datang seorang laki-laki dengan badan yang tidak terlalu tinggi, menggunakan kacamata, dan memiliki rambut yang sudah sedikit panjang, tidak lupa dengan menggunakan sepatu convers yang sepertinya sudah sering dipakai, dia bertanya apa kursi depan ku ini kosong atau tidak karena posisinya cafe sedang penuh, dan akhirnya aku memperbolehkan laki-laki itu untuk duduk. Awalnya tidak ada percakapan diantara kami, sampai akhirnya dia mulai membuka obrolan.
“Kamu kuliah?” Tanya dia untuk membuka obrolan diantara kami.
“Iya, kampus ku dekat sini. Kamu?” Tanya ku basa-basi
“Sama. Jurusan apa? Saya teknik” tanya dia, sekaligus menjelaskan jurusan kuliahnya.
“Ohh.. aku penyiaran” jawab ku seadanya.
“saya Naresh”
“Hah?” tanya aku bingung
“nama saya Naresh” jelas Naresh sambil tertawa kecil
“ohh haha, nama aku Dyra”
Selesai itu, tidak ada percakapan lagi. Walaupun di cafe ini sedang ramai pengunjung namun diantara kami berdua tidak ada percakapan apa-apa, dan hanya kesunyian yang menyelimuti kami berdua. Tak lama aku membuka obrolan untuk pamit pulang terlebih dahulu, karena jam siaran ku sebentar lagi.
“Resh, aku duluan ya. Aku harus kekampus lagi.” Jawab ku menjelaskan.
“oh oke, hati-hati ya”

Sampai kampus aku langsung menuju ke ruangan siaran ku yang berada dilantai 3.
Sampai disana aku bertemu dengan beberapa teman siaran ku yang memang sudah selesai dan bergegas ingin pulang.
“Eh udah dateng nih, penyiar favorit kampus hahaha” Ujar Andy yang juga menjadi penyiar radio dikampus.
“Apasih ndy, biasa aja. Udah mau pulang lo?” tanya ku.
“Iya nih Dyr, gue duluan ya. Semangat siarannya bu bos” candanya.
Lalu tidak lama, Bunga keluar dari ruangan siaran dan memberitahu ku bahwa sebentar lagi siarannya akan selesai, dan tandanya sebentar lagi giliranku.

‘This my turn babe’ Ucapku dalam hati dengan senang, karena jujur saat aku sedang suntuk dengan tugas-tugas kuliah, siaran radio inilah yang bisa membantuku untuk menjadi lebih santai dan rileks kembali. Sekarang aku sudah berada diruang siaran ku. 

“4…3…2…1. Selamat malam teman-teman semua. Balik lagi sama gue Dyra di Radio Asik Kampus FM, apa kabarnya nih temen-temen semua? Semoga baik-baik aja ya. Yap seperti biasa Dyra bakalan nemenin kalian selama 1 jam kedepan. Dan sebagai pembuka gue bakal play lagu dari Rizky Febian yaitu berpisah itu mudah, dan setelah itu seperti biasa gue bakalan ada konten 'Curhat, yuk' dimana gue  bacain cerita dari temen-temen yang udah masuk nih di social media pribadi gue, jadi buat temen-temen yang baru dengerin siaran gue bisa langsung cerita aja, dan kirim ke social media Intsragam gue  @Dyrafe jadii enjoyyy!!!”

Lalu setelah dia men-play lagu dari Rizky Febian, dia membuka Social Media nya untuk melihat beberapa pesan yang sudah masuk.
@Indyranau
Kak, gimana caranya move on ya, sedih banget udah 2 tahun tapi gak bisa lupain dia
@Caramelian
Tips ldrr!!!
@Panduu13_
Tolonggg tugas gue numpuk parsss
@Shiningshimering
Skin care nya apa aja kak, kok glowinggg
@Annacan
Siaran mulu neng, belajar kaliii
@Peninggi_pelangsing
Kak tinggi banget, pasti pake produk dari kami ya
Dan masih banyak lagi pesan pesan yang membuat Dyra tertawa, namun ada satu lagi yang menarik perhatian Dyra.
@Nareshctama
Oh kamu jadi penyiar? Cocok.

“Ini Naresh yang tadi?” tanya ku pada diri sendiri, lalu melihat profile Naresh. Ternyata benar itu adalah Naresh yang tadi di cafe. Tidak lama lagu dari Rizky Febian tersebut akan segera berakhir dan Dyra segera bersiap-siap untuk siaran lagi.

“Dyra is back, hahaha. Oke deh gak usah bertele-tele kita lanjut aja ya, bukan Dyra namanya kalau gak ada segment ‘curhat, yuk’. Nah di segment ini seperti biasa gue bakalan bacain beberapa pesan yang udah masuk nih di social media gue, dan siapa tau gue bisa bantu ngasih saran juga, jadi let’s get start it. Oke yang pertama dari @Indyranau, Kak, gimana caranya move on ya, sedih banget udah 2 tahun tapi gak bisa lupain dia, aduh kasian kamu Indyra kalau menurut aku sih ya, kamu harus cari-cari kegiatan yang posistif, karena aku yakin sih saat kita udah punya kesibukan yang positif hal-hal kaya gitu pasti lebih cepet lupa juga. Jadi semangat yuk Ndy cari kegiatan posistifnya, aku tau kamu bisa. Semanagat!! Oke yang kedua dari @Caramelian Tips ldrr!!! Wadoohh nengg, gue sendiri sih gak menyarankan sama sekali buat ldr, meskipun zaman sekarang udah canggih yaa. Tapi tetep aja gak bisa kita pungkiri godaan datengnya dari mana aja say, jadi kalau menurut gue mending gak usah sama sekali daripada ldr. Capeee!!”

“Selanjutnya nih ya dari temen gue sendiri @Annacan Siaran mulu neng, belajar kaliii, siap bu siapp, otw belajar nih. Tapi kelarin dulu siarannya haha. Abis itu ada dari @Shiningshimering Skin care nya apa aja kak, kok glowinggg, pake air wudhu aja ni dek haha, dan terakhir dari @Nareshctama oh kamu jadi penyiar? Cocok, aduhh makasih ya Naresh, by the way ini yang tadi ketemu kan? Next time mungkin kita bisa ketemu lagi oke? Nah itu aja deh ‘curhat, yuk’ untuk hari ini, next time Dyra bakalan nemenin kalian lagi, dannn ini dia lagu yang akan gue putar sebagai penutup dari siaran hari ini ada comethru nya dari Jeremi Zucker. Enjoyyy!!!!”

Setelah lagu Comethru sudah diputar, Dyra memilih untuk bersantai terlebih dahulu, sekalian dia kembali melihat social media nya dan melihat ternyata ada pesan masuk lagi dari Naresh.
@Nareshctama
Jadi kamu beneran penyiar?
@Dyrafe
Menurut kamu?
@Nareshctama
Bisa kita ketemu lagi? Kayanya saya mau jadi ngobrol banyak sama kamu.
@Dyrafe
Bisa, mau kapan?
Namun setelah itu tidak ada balasan lagi dari Naresh.
“Ngapain gue nungguin coba” katanya dengan nada konyolnya

Lalu setelah aku membereskan barang-barang ku, aku bergegas untuk pulang. Namun tiba-tiba aku melihat ada seorang laki-laki didepan ruangan siaran, awalnya aku mengira bahwa itu Andy, tapi…
“Ndy? Lo ngapain kesini lagi? Ada yang ketinggalan? ” Kataku.
“Ndy? Emang dari belakang mirip sama Ndy Ndy itu?”
“Loh Naresh? Kok bisa ada kamu?” Tanya ku heran
“Tadi kan kamu yang bilang, kampus kamu deket sini. Yaudah saya kesini, terus tadi didepan masih banyak orang jadi saya tanya, ruangan siaran dimana. Ketemu deh” Jelasnya.
“Padahal tadi terakhir kamu gak bales dm aku di, Instagram”
“Bukan berarti saya gak kesini kan?” Tanya nya sambil terkekeh.
“Terus sekarang mau ngapain?”
“Kamu laper? Gimana kalau kita makan? Saya tahu tempat makan enak, kamu pasti suka”
“Boleh, kebetulan aku juga udah laper”

Setelah itu kami berdua pergi makan bersama, aneh memang saat aku langsung mengiyakan ajakannya padahal kalau diingat-ingat aku mengenalnya baru beberapa jam ini. Tapi aku sendiri berfikir bahwa, dia tidak akan macam-macam juga mengingat cara berbicara terdengar lebih sopan. Mungkin.
“Kamu mau ajak aku kemana Resh?” Tanya ku, karena saat aku melihat jalanan aku merasa kurang mengenal jalanan tersebut.
“Kita makan di angkringan tempat biasa saya makan, gak apa-apa kan?”
“ohh gak apa-apa, aku juga sering makan di angkringan sama teman-teman SMA ku”
“Kamu jangan takut saya culik, saya gak berani nyulik anak orang haha” candanya

Tidak lama kami sampai ditempat yang dimaksud oleh Naresh tadi, kalau diceritakan tempatnya tidak berbeda dari angkringan lainnya, yang kami duduk lesehan, lalu tidak lupa dengan gerobak berwarna coklat yang sudah menjadi ciri khasnya.
“Eh dek Naresh, tumben kesini sama temen perempuannya biasanya sama dek Arif terus” kata bapak-bapak yang melayani diangkringan tersebut
“Iya pak, kenalin namanya Dyra, saya baru kenal dia tadi”
“Halo pak, saya Dyra” sapa ku.
Dan bapak tersebut tersenyum sambil berkata yang intinya sering-sering ya untuk makan disini. Lalu kami memesan makanan dan minuman, seperti nasi kucing dan juga ada beberapa sate yang sudah disediakan diatas meja.
“Ini deket rumah kamu Resh?” Tanya ku membuka obrolan.
“Enggak, waktu itu saya habis nganterin ibu saya kerumah temennya, abis itu saya kesasar dan karena saya lagi lapar juga jadi saya cari makan, ketemu deh tempat ini” Katanya menjelaskan.
“Terus jadi ketagihan?”
“Iya. Oh iya Dyr, saya mau nanya. Kenapa kamu mau jadi penyiar dikampus mu? Kamu dipilih atau…”
“Aku yang mengajukan diri waktu itu” Potong ku.
“Kenapa emang?”
“Hmm.. gimana ya, dari dulu aku suka kalau denger podcast, terus ngobrol sama orang, ditambah dengerin radio juga aku suka, jadi yaudah deh”
“Kenapa kamu suka dengerin radio? Padahal kan anak sekarang lebih milih buat nonton youtube dan social media lainnya” Tanya nya, sekepo itu dia memang.
“Keren aja menurut aku, aku bisa terkenal tapi orang cuma tahu suara ku.”
“Kamu mau jadi orang yang misterius gitu ceritanya? Gak cocok” ledeknya.

“Ih enak aja! Sekarang gantian aku yang nanya, kamu kenapa kok ngomongnya pake kata ‘kamu-saya’?”
“Emang kenapa? Ada larangannya?”
“Serius Naresh” Kataku gregetan sama dia, lalu secara reflek aku mencubit perutnya.
“Aduh sakitt, iya..iya saya jawab. Ya pengen aja, lagipula itu cara saya buat menghargai orang yang baru saya kenal.”
“Oke kalau begitu saya setuju sama kata-katamu.” Kata ku meniru gaya Naresh berbicara.
“Kamu gak usah ngomong kaya gitu ke saya”
“Loh kenapa? Kamu kan juga harus dihargai”
“Gak cocok kamu ngomong kaya gitu” Katanya sambil mengacak rambutku.

“Kamu gak takut sama aku?” Tanya nya tiba-tiba.
“Takut? Takut kenapa?”
“Kita kan baru kenal”
“Kamu baik”
“Kalau ternyata enggak gimana?”
“Enggak gimana?”
“Yaaa siapa tahu, ternyata saya gak sesuai sama apa yang dibayangin kamu”
“Kamu aja tahu cara menghargai orang, bahkan kamu sering kesini karena abis nganterin ibu kamu. Mana ada orang jahat yang sebaik itu?”
“Alasan gak masuk akal, kamu jangan lagi terlalu percaya sama orang ya. Gak baik. Apalagi kamu perempuan” Dia menasehati ku, dan aku hanya mengangguk-angguk saja biar cepat selesai, dan aku bisa makan kembali dengan baik.

Lalu tidak lama aku dan Naresh bergegas pulang, karena hari semakin malam. Meskipun aku nge-kost namun tetap saja, aku tidak enak harus pulang terlalu larut.
“Kita sekarang sudah naik pangkat” kata Naresh saat dimotor.
“Naik pangkat? Pangkat apa?” tanyaku heran.
“Naik pangkat jadi temenan, dari yang gak kenal, jadi tahu, terus jadi temen”
“Kan bener, kamu itu baik.”
“Enggak juga”
“Kenapa kamu gak mau dibilang baik?”
“Karena saya emang gak sebaik itu”
“Kalau kamu jahat, harusnya kamu gak bawa saya ke angkringan dan bayarin makanan saya”
“Udah saya bilang…”
“Bilang apa?”
“Kamu gak cocok kalau berbicara pake kata ‘saya’ haha” Candanya.
“Ih aku serius Naresh”
“Rumah kamu dimana jadinya?”
“Oh iya aku lupa ngasih tahu, dideket kampus ku. Kamu kearah kampus ku aja dulu, abis itu belok kiri. Nanti ada gang disitu, itu  kost aku”

Selama diperjalanan aku berfikir, kenapa aku bisa se-terbuka itu dengan orang yang benar-benar baru ku kenal, dan benar juga kata dia seharusnya aku tidak seperti ini.
“Kamu gak mau turun Dyr?”
“Eh, udah sampe cepet banget”
“Kamu ngelamun aja”
“Aku jadi mikirin kata-kata kamu”
“Yang mana? Yang saya gak sebaik itu?”
“Iya”
“Terus?”
“Terus apa?”
“Kamu udah tahu jawabannya kenapa kamu bisa se-terbuka itu?”
“heheheheh, enggak. Orang tiba-tiba sampe. Gimana mau mikir”
“Yaudah saya saranin, buat temuin jawabannya. Saya pulang ya”
“Makasih traktirannya, hati-hati dijalan”
Lalu aku masuk kedalam kost ku yang sudah sepi itu padahal jam baru saja menunjukan pukul 9 malam, dan sesampainya dikamar aku mendapatkan dua pesan, yang pertama dari Anna, dan yang kedua dari Naresh.
@Nareshctama
Saya lupa minta kontak kamu, boleh minta disini?

Anna menghubungi ku melalui aplikasi Whatsapp
Anna Cantika
Aku denger-denger, ada yang abis kenal cowok nih

Kedua pesan tersebut belum aku balas, karena aku memilih untuk membersihkan badan ku terlebih dahulu. Setelah sudah, aku langsung mengambil Handphone ku dan membalas pesan masuknya.

Anna Cantika
Aku denger-denger, ada yang abis kenal cowok nih
Dyra
Siapa? Aku? Tadi aku emang abis ketemu sama cowok, Naresh namanya hehe

@Nareshctama
Saya lupa minta kontak kamu, boleh minta disini?
@Dyrafe
Kalau gak boleh gimana?
@Nareshctama
Saya balik lagi ke kost mu.
@Dyrafe
Add ID ku, Dyrafaw

Setelah itu obrolan kami pun berlanjut panjang, hampir setiap hari kami melakukan chatting, dan juga hampir setiap hari Naresh datang ke cafe untuk menemaniku mengerjakan tugas, dan juga menemaniku melakukan siaran. 
Semua baik-baik saja, sesuai dengan harapan kami. Hmm mungkin lebih tepatnya harapan ku, karena tiba-tiba saja Naresh di akun social media nya mengunggah sebuah foto dirinya dengan seorang perempuan, yang aku ketahui ternyata mantan kekasihnya dahulu, lebih tepatnya, cinta pertamanya. Saat itu aku benar-benar terkejut. Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepadanya.


Dyra
Resh, kamu sudah punya kekasih?
Naresh
Iya, maaf.
Dyra
Tiba-tiba tanpa aba-aba, aku disuruh pergi?
Naresh
Aku sudah bilang, aku tidak sebaik itu dan aku juga gak sejahat itu buat bilang ini.
Dyra
Bahkan sekarang kamu lebih terlihat jahat nya.
Naresh
Maaf. Dia dulu mantan ku, cinta pertama ku. Aku masih menyukainya.
Dyra
Kita memang hanya sebuah siklus Resh, berawal dari tak kenal, menjadi tahu, lalu menjadi kenal, dan menjadi dekat bahkan sangat dekat, sampai aku gak tahu sebenernya kita ini apa. Dan lucunya kita balik  ke siklus awal, Jadi saling gak kenal lagi. Terakhir aku minta tolong sama kamu Resh, jauhi aku seperti seharusnya, dari awal kita memang ditakdirkan bukan untuk bersama. Tapi hanya untuk saling mengenal, tidak lebih.



Jakarta, 2 Febuari 2020

Writerteen