Kamis, 18 November 2021

PUPUS

           Andre dan Viona adalah sepasang insan yang terlihat seperti sepasang kekasih, Viona sendiri tidak tahu harus melabeli hubungan mereka ini dengan kata apa. Tapi yang pasti Andre dan Viona sudah lama bersama sejak mereka bertemu di psikolog untuk melakukan terapi dan konsultasi. Namun disinilah sekarang Viona yang sedang duduk dikamar nya sambil melihat foto dirinya dengan Andre. Terlihat muka Viona yang sedang lelah, mengingat mereka berdua sedang berada di hubungan yang tidak baik-baik saja.

Sampai akhirnya Viona memutuskan untuk menelfon Andre dan kembali membahas masalah yang dari kemarin Viona ingin selesaikan.

“Angkat Telfonnya lama banget, lagi sibuk ya?” Tanya Viona

“Tadi agak repot aja, tapi sekarang udah enggak. Kenapa Vi? Kangen ya?” Jawab Andre diiringi dengan tawa ringannya.

“Enggak…”

“Kok enggak sih jawabannya, males ah” Timpal Andre mendengar jawaban dari Viona.

“Tadi aku lagi liat foto lama aja. Eh ketemu foto kita dulu, pas pertama kali ketemu. Inget ngak? Lucu banget kita disini, kaya masih kecil mukanya”

Andre tahu betul kemana arah pembicaraan ini, pembicaraan yang selalu Andre hindarkan selama sebulan belakangan ini.

“Inget ga, waktu itu kita lagi terapi di psikolog yang sama, dan masalah kita pun sama, sama-sama punya commitment issues. Kita gak berani mulai hubungan sama orang lain. Tapi siapa sangka, setelah dari situ kita bareng. Malah sekarang udah mau masuk tahun ke empat atau lima ya?” Kata Viona dengan nada yang masih dibuat bercanda.

“Aku mau deh Ndre, sembuh dari luka yang lama, aku mau kita sembuh bareng. Kamu tau ga, kadang aku iri sama temen-temen aku, mereka jelas gitu hubungannya, ngak punya ketakutan pas ngejalaninnya, dan aku mau kita kaya mereka, seenggaknya kita belajar gitu buat punya tujuan dalam hubungan. Ya nggak si? Apa ketinggian ya harapan aku?” lanjut Viona, dan terdengar helaan nafas dari seberang telefon.

“Vi, aku belum siap” hanya itu yang bisa dikatakan oleh Andre.

“Kamu belum siap, atau emang nggak pernah siap ndre? Itu dua kata yang beda loh.”

Sebenarnya yang Viona inginkan adalah antara mereka berdua ingin memiliki hubungan yang lebih serius, bukan maksudnya kearah menikah tapi setidaknya Viona ingin memulai dengan mempunyai hubungan yang jelas dan tidak selalu dipertanyakan oleh teman-temannya Viona “jadi kalian itu apa? Pacaran? TTM? Atau cuma sekedar sahabat si?” Dan Viona juga memiiki banyak alasan kenapa ia ingin mempunyai hubungan yang serius daripada hanya sekedar “TTM” atau apalah itu.

Tidak lama terdengar lagi suara Andre dari seberang sana. Dan pertanyaan yang dilontarkan oleh Andre malah membuat Viona menjadi kesal dengannya.

“Kita ada masalah apasi sebenernya Vi? Aku bingung, aku pikir selama ini kita cukup dengan apa yang kita punya sekarang.”

“Bukan cukupnya Ndre yang aku permasalahin, kamu tahu dari awal kita nggak ada yang bisa mulai suatu hubungan karena punya trauma dimasa lalu. Tapi aku pengen kita belajar punya tujuan buat hubungan yang kita jalanin sekarang.”

Andre selalu mengatakan apa yang dipunya nya selama ini sudah menjadi lebih dari cukup. Padahal kenyataan nya Viona tahu, hubungannya dengan Andre tidak memiliki kemajuan seperti yang diinginkannya. Viona ingin sembuh dari luka yang lama dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalankan hubungan, tapi sayang Andre belum mengingkan hal itu. Andre masih nyaman dihubungannya yang sekarang. Hubungan yang bahkan Andre sendiri tidak tahu apa yang sedang dijalaninya ini.

Telefonnya tetap tersambung namun hanya hening, Viona dan Andre sama-sama tidak mengucap sepatah kata pun, Viona yang mulai lelah berbicara dengan Andre namun Viona ingin mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Yaitu mempunyai hubungan yang jelas dengan Andre.

“Kamu bener, kamu berhak bahagia, kamu berhak sembuh, kamu berhak punya tujuan. Dan aku percaya itu bakalan terjadi sama kamu, tapi gak bareng aku Vi.” Kata Andre tiba-tiba. Viona tidak menyangka jawaban itu yang ia dapat, padahal sedari awal Viona mengira Andre akan terus bersamanya.

“ Ndre apasi, aku ngomong ini supaya kita ngejalaninnya bareng-bareng. Gak cuma aku atau kamu doang, tapi kita Andre. Aku gak minta itu dilakuin hari ini, besok, atau tahun depan. Tapi seenggaknya kasih aku harapan, kalau kita punya keinginan yang sama. Aku cuma butuh itu, kata-kata itu dari kamu. Tolong,” Jawab Viona dengan menahan tangisnya agar tidak tumpah.

“Itu masalahnya Vi, aku gak tahu kapan aku berani buat ngomong itu. Aku gk mau janjiin sesuatu yang aku sendiri gak tau bisa tepatin atau enggak Viona. Mungkin ini emang saat nya kamu keluar dari kondisi kamu, tapi enggak bareng aku.” Kata Andre dan diikuti dengan tangisnya Viona, ia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Ia tidak benar-benar berharap Andre akan meninggalkannya apalagi dengan alasannya yang seperti ini, tidak sama sekali. Viona hanya mengingkan mereka berdua memiliki hubungan yang jelas dan tidak dihantui masa lalu yang menyakitkan.

“Maaf Vi.” Hanya itu kata terakhir yang diucapkan oleh Andre, dan setelah itu tidak lagi terdengar suara sambungan telfon. Andre memutuskannya secara sepihak. Baik telfon maupun hubungannya.